LHOKSEUMAWE ( Berita ) : Meski pun para kalangan LSM antikorupsi
di Aceh telah berulang kali mendesak aparat penegak hukum di daerah untuk
segera mengusut tuntas soal kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pasar buah
terpadu Lhokseumawe sebesar Rp. 2,8 miliar lebih. Namun hingga kini kasus
tersebut belum juga tersentuh proses hukum.
Kasus kerugian uang negera itu merupakan hasil temuan
BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh Tahun 2009 lalu, No : /S/XVIII.BAC/02/2009. Dimana dalam hasil pemeriksaan tentang realisasi
anggaran daerah sumber APBK Kota Lhokseumawe Tahun 2007 terdapat penyimpangan
dalam pekerjaan proyek pembangunan pasar buah terpadu sebesar Rp.
2.840.227.500,- .Pasalnya, proyek yang dikerjakan oleh PT Kuala Peusangan, asal Kabupaten Bireuen kontrak
Nomor 602.1/105/KPBJ-KIMP/APBK tertanggal
3 Desember 2007 senilai Rp2.840.227.500-, tidak sesuai dengan bastek sehingga negara berpotensi
mengalami kerugian mencapai Rp.2,8 miliar lebih.
Hal itu dibuktikan atas dokumen dan bukti pendukung
lainnya bahwa proyek yang dikelola
langsung melalui Dinas Pekerjaan Umum ( PU ) setempat dikerjakan asal jadi
alias tidak sesuai dengan Rancangan Anggaran Belanja ( RAB ) yang tercantum
dalam isi kontrak sehingga kondisi bangunan sama sekali tidak layak digunakan
masyarakat.
Bahkan, proyek tersebut sudah tiga kali dilakukan
proses perpanjangan waktu kontrak kerja kepada rekanan pelaksana PT Kuala Peusangan, akan tetapi kondisi fisik bangunan masih tetap seperti
semula. Kontrak
pertama tercatat 4 Desember 2007 sampai dengan 28 Januari 2008, kemudian kontrak ke dua sampai 3 Juni
2008 dan Kontrak ke tiga sampai dengan 29
Agustus 2008.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI, kondisi
tersebut tidak sesuai Kepres RI No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 33 ayat (2) antara lain
menyatakan khusus untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya dapat dilakukan
sesuai dengan pekerjaan. Kemudian, Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 21 yang menyatakan bahwa APBK merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung 1 Januari
sampai dengan 31 Desember.
Dalam hal ini, BPK RI ikut menyarankan
kepada Walikota Lhokseumawe agar menegur
secara tertulis Kepala Dinas PU supaya meningkatkan pengendalian dan pengawasan
terhadap pelaksanaan pekerjaan
fisik berupa bangunan dan lainnya. Selanjutnya, memerintahkan Kepala Dinas PU
untuk menegur
secara tertulis konsultan pengawas, PPTK dan pengawas lapangan supaya
meningkatkan pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan yang didanai sumber APBK.
Meski
demikian, aparat yang berwewenang di wilayah hukum Lhokseumawe Tim Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor ( Porlres Lhokseumawe dan Kejaksaan Negeri ( Kejari )
Lhokseumawe, hingga kini belum ada tanda – tanda akan mengusut tuntas kasus dugaan
korupsi sebesar Rp. 2,8 miliar lebih. Anehnya lagi, kasus kerugian negara itu
nyaris menghilang bagaikan ditelan bak bumi.( Dau )
Tidak ada komentar :
Posting Komentar