Kamis, 14 Februari 2013

Hasil Temuan BPK, Kasus Dugaan Korupsi Proyek Pasar Buah Terpadu Lhokseumawe Rp 2,8 M Tanpa Proses Hukum


LHOKSEUMAWE ( Berita ) : Meski pun para kalangan LSM antikorupsi di Aceh telah berulang kali mendesak aparat penegak hukum di daerah untuk segera mengusut tuntas soal kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pasar buah terpadu Lhokseumawe sebesar Rp. 2,8 miliar lebih. Namun hingga kini kasus tersebut belum juga tersentuh proses hukum.

Kasus kerugian uang negera itu merupakan hasil temuan BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh Tahun 2009 lalu, No : /S/XVIII.BAC/02/2009. Dimana dalam hasil pemeriksaan tentang realisasi anggaran daerah sumber APBK Kota Lhokseumawe Tahun 2007 terdapat penyimpangan dalam pekerjaan proyek pembangunan pasar buah terpadu sebesar Rp. 2.840.227.500,- .Pasalnya, proyek yang dikerjakan oleh PT Kuala Peusangan,  asal Kabupaten Bireuen kontrak Nomor 602.1/105/KPBJ-KIMP/APBK tertanggal 3 Desember 2007 senilai Rp2.840.227.500-, tidak sesuai dengan bastek sehingga negara berpotensi mengalami kerugian mencapai Rp.2,8 miliar lebih.

Hal itu dibuktikan atas dokumen dan bukti pendukung lainnya bahwa proyek yang dikelola langsung melalui Dinas Pekerjaan Umum ( PU ) setempat dikerjakan asal jadi alias tidak sesuai dengan Rancangan Anggaran Belanja ( RAB ) yang tercantum dalam isi kontrak sehingga kondisi bangunan sama sekali tidak layak digunakan masyarakat.

Bahkan, proyek tersebut sudah tiga kali dilakukan proses perpanjangan waktu kontrak kerja kepada rekanan pelaksana PT Kuala Peusangan, akan tetapi kondisi fisik bangunan masih tetap seperti semula. Kontrak pertama tercatat 4 Desember 2007 sampai dengan 28 Januari 2008, kemudian kontrak ke dua  sampai 3 Juni 2008 dan Kontrak ke tiga sampai dengan 29 Agustus 2008.

Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI, kondisi tersebut tidak sesuai Kepres RI No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 33 ayat (2) antara lain menyatakan khusus untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya dapat dilakukan sesuai dengan pekerjaan. Kemudian, Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 21 yang menyatakan bahwa APBK merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Dalam hal ini, BPK RI ikut menyarankan kepada Walikota Lhokseumawe agar menegur secara tertulis Kepala Dinas PU supaya meningkatkan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan fisik berupa bangunan dan lainnya. Selanjutnya, memerintahkan Kepala Dinas PU untuk menegur secara tertulis konsultan pengawas, PPTK dan pengawas lapangan supaya meningkatkan pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan yang didanai sumber APBK.

Meski demikian, aparat yang berwewenang di wilayah hukum Lhokseumawe Tim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor ( Porlres Lhokseumawe dan Kejaksaan Negeri ( Kejari ) Lhokseumawe, hingga kini belum ada tanda – tanda akan mengusut tuntas kasus dugaan korupsi sebesar Rp. 2,8 miliar lebih. Anehnya lagi, kasus kerugian negara itu nyaris menghilang bagaikan ditelan bak bumi.( Dau )

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Next

next page