Jumat, 17 Agustus 2012

MaTA Minta Jaksa Usut Indikasi Korupsi Dana Aceh Utara Hasil Temuan BPK

LHOKSEUMAWE (TAPOS.COM) : Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) meminta pihak kejaksaan mengusut indikasi penyimpangan dalam pengelolaan dana APBK Aceh Utara tahun 2011 yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Aceh.
“Beberapa temuan dari hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan Aceh Utara 2011 bisa menjadi bukti awal bagi pihak kejaksaan untuk menyelidiki indikasi korupsi dalam pengelolaan dana APBK. Untuk keperluan penegakan hukum, nantinya BPK juga bisa melakukan audit investigasi sebagai kelanjutan dari audit administrasi yang sudah dilakukan,” kata Koordinator Badan Pekerja MaTA, Alfian di Lhokseumawe, Rabu, 25 Juli 2012.

Seperti diberitakan, BPK menemukan beberapa kelemahan yang berkaitan dengan sistem pengendalian intern maupun kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Aceh Utara tahun anggaran 2011.

Beberapa temuan BPK antara lain, pinjaman Pemerintah Aceh Utara ke Bank Aceh dengan agunan deposito sebesar Rp1 miliar berpotensi macet; penyelesaian kasus pemalsuan warkat deposito Pemerintah Aceh Utara sebesar Rp217.750.000.000 (Rp217,7 miliar lebih) berlarut-larut; pengelolaan dana Jamkesmas tidak melalui mekanisme APBD.

Berikutnya, anggaran dan realisasi belanja barang dan jasa sebesar Rp23.663.272.200 dan belanja modal Rp6.398.445.500 tidak sesuai ketentuan; mekanisme pengelolaan infaq oleh Baitul Mal Aceh Utara belum memiliki pedoman dan prosedur yang memadai; kelebihan pembayaran pada lima paket pekerjaan multiyears sampai tahun 2011 sebesar Rp204.758.081; penerima hibah sebesar Rp5.059.140.000 belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban.

Terkait kelebihan pembayaran pada lima paket pekerjaan jalan strategis yang disebut proyek multiyears, kata Alfian, hal itu sangat berpotensi terjadi korupsi. “Kelebihan pembayaran dana proyek terjadi diduga karena ada fee untuk pejabat di dinas terkait. Di atas kertas, dana itu dicairkan untuk rekanan, padahal untuk fee kepala dinas,” kata Alfian.

Soal dana hibah yang belum ada pertanggungjawaban dari penerima bantuan, menurut Alfian, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKKD) Aceh Utara harus ikut bertanggung jawab sebagai pihak yang mencairkan anggaran.

“Begitu juga soal pinjaman Pemerintah Aceh Utara ke Bank Aceh yang berpotensi macet maupun realisasi belanja barang, jasa dan belanja yang tidak sesuai ketentuan, itu semua berpotensi terjadi korupsi. Untuk itu kita minta jaksa mengusut kasus ini,” kata Alfian.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Next

next page