ACEH
UTARA ( Berita ) : Badan Pemeriksaan Keuangan ( BPK ) RI Perwakilan Aceh didesak segera
mengaudit penggunaan dana untuk anggota DPRK Aceh Utara sebesar Rp. 67 miliar lebih. Pasalnya, sumber dana yang
dikuras dari APBK 2012 diduga berpotensi korupsi.
Demikian
desakan LSM Antikorupsi Masyarakat Transparansi Aceh ( MaTA ) melalui bidang advokasi
anggaran publik, Bayhaqi, kepada wartawan, Selasa
(29-01/2013) di kantornya Jl. Listrik, No.163 Lhokseumawe.
Disebutkan, dari total anggaran sebesar
Rp.67.347.452.000,- diantaranya Rp.22.347.452.000,- ditempatkan
melalui pos dana Sekretariat Dewan ( Sekwan ) digunakan untuk biaya perjalanan dinas para pejabat
politisi beserta biaya sewa rumah maupun lainnya.
Sedangkan Rp.45 miliar lagi berupa dana aspirasi yang diambil jatah per anggota dewan sebesar Rp.1 miliar. Anggaran itu ditempatkan melalui SKPD / instansi terkait untuk diteruskan kepada
penerima (kroninya-red) sesuai pentunjuk
anggota dewan saat pengesahan anggaran.
Bedasarkan
hasil analisis dan penelusuran LSM MaTA, Penggunaan anggaran ditubuh pejabat
politisi mencapai Rp.67 miliar lebih diduga
rawan penyimpangan seperti dana
aspirasi sebagian besar dilaporkan penerima kroninya yang berasal dari partai
politik guna memperkokohkan kekuatan tim suksesnya agar dapat mengusasi selamanya
bangku basah di parlemen DPRK Aceh Utara.
Apalagi dana aspirasi sifatnya
bentuk hibah yang diberikan kepada penerima dan berbagai cara tentu dilakukan
supaya dapat memperoleh dana segar setiap tahun anggaran. Jesteru itu,
dikhawatirkan sistem pertanggungjawaban dalam bentuk fiktif dan rekaysa, ungkap
Bayhaqi.
Begitu juga tentang dana
perjalanan dinas, sewa rumah maupun lainnya dengan volume anggaran terlalu
besar dan sama sekali tidak etis mencapai Rp.
22,3 miliar dalam satu tahun perjalanan dinas baik dalam maupun luar daerah belum lagi dana tambahan via APBK-P akhir tahun 2012.“ Makanya kita menduga biaya perjalanan
dinas hanya sebagai formalitas sebagai pola meraup uang milik rakyat meski
tanpa kegiatan pencairan dana akan tetap lancar “, tambahnya.
Kami atas nama LSM antikorupsi asal Aceh, mendesak
BPK Perwakilan Aceh supaya segera mengaudit dana kepentingan anggota dewan di
bagian keuangan Sekretariat dewan DPRK Aceh Utara beserta SKPD yang ikut dititip
dana aspirasi para pejabat politisi tersebut. Hal itu perlu dilakukan menyusul adanya
dugaan korupsi ditubuh dewan secara muslihat yang dilakukan kong kali kong
antara Setwan selaku pengelola anggaran dan wakil rakyat.
Salah satu indikasi, lanjut Bayhaqi, tentang tata
cara penggunaan dana public hanya menggunakan produk hukum sendiri sebagai
aturan pertangungjawaban yang dikeluarkan oleh Bupati bersama DPRK. Kebijakan itu dinilai Eksekutif–Legislatif secara sengaja dinilai melakukan
pelanggaran melawan hukum atas Permen
Keuangan No.36/PMK.02/2012 tentang perubahan atas peraturan Permen Keuangan
No.84 /PMK.02/2011 tentang standar
biaya tahun anggaran 2012.
Seperti
yang diberitakan koran ini sebelumnya, Kepala Bagian Humas DPRK Aceh Utara,
Fitriani, yang dikonfirmasi Berita mengatakan, besarnya anggaran
kepentingan anggota dewan tidak bisa dinilai layak atau tidak layak oleh
kalangan masyarakat. Pasalnya, yang menentukan kondisi tersebut kepetusan kedua
belah pihak antara anggota dewan dan Bupati dalam melakukan negosiasi saat
pengesahan APBK setiap tahun anggaran di gedung DPRK setempat. Kebijakan
tersebut dapat dilakukan lantaran Eksekutif dan Legislatif yang berkuasa di
daerah.
Dia
menjelaskan, soal pertanggungjawaban dana kepentingan pejabat politisi sedikit
gampang, polanya berbeda seperti pertanggungjawaban dana bantuan kepada warga miskin. Kalau untuk anggota dewan terhormat bisa
dengan SK Bupati sebagai syarat pertanggungjawaban, salah satu diantaranya
biaya sewa rumah Rp3,9 miliar per tahun,
walaupun menduduki rumah milik pribadi akan tetapi proses pencairan dananya
tetap lancar, demikian Fitriani, menjawab kepada wartawan. ( Dau)