Kamis, 14 Februari 2013

BPK Didesak Audit Dana Anggota Dewan Aceh Utara Rp.67 M


ACEH UTARA ( Berita ) : Badan Pemeriksaan Keuangan ( BPK ) RI Perwakilan Aceh didesak segera mengaudit penggunaan dana untuk anggota DPRK Aceh Utara sebesar Rp. 67 miliar lebih. Pasalnya, sumber dana yang dikuras dari APBK 2012 diduga berpotensi korupsi.
              
Demikian desakan LSM Antikorupsi Masyarakat Transparansi Aceh ( MaTA ) melalui bidang advokasi anggaran publik, Bayhaqi, kepada wartawan, Selasa (29-01/2013) di kantornya Jl. Listrik, No.163 Lhokseumawe.

                Disebutkan, dari total anggaran sebesar Rp.67.347.452.000,- diantaranya Rp.22.347.452.000,- ditempatkan melalui pos dana Sekretariat Dewan ( Sekwan ) digunakan untuk biaya perjalanan dinas para pejabat politisi beserta biaya sewa rumah maupun lainnya.

                Sedangkan Rp.45 miliar lagi berupa dana aspirasi yang diambil jatah per anggota dewan sebesar Rp.1 miliar. Anggaran itu ditempatkan melalui SKPD / instansi terkait untuk diteruskan kepada penerima (kroninya-red) sesuai pentunjuk anggota dewan saat pengesahan anggaran.

                Bedasarkan hasil analisis dan penelusuran LSM MaTA, Penggunaan anggaran ditubuh pejabat politisi mencapai Rp.67 miliar lebih diduga rawan penyimpangan seperti dana aspirasi sebagian besar dilaporkan penerima kroninya yang berasal dari partai politik guna memperkokohkan kekuatan tim suksesnya agar dapat mengusasi selamanya bangku basah di parlemen DPRK Aceh Utara.

                Apalagi dana aspirasi sifatnya bentuk hibah yang diberikan kepada penerima dan berbagai cara tentu dilakukan supaya dapat memperoleh dana segar setiap tahun anggaran. Jesteru itu, dikhawatirkan sistem pertanggungjawaban dalam bentuk fiktif dan rekaysa, ungkap Bayhaqi.

                Begitu juga tentang dana perjalanan dinas, sewa rumah maupun lainnya dengan volume anggaran terlalu besar dan sama sekali tidak etis mencapai Rp. 22,3 miliar dalam satu tahun perjalanan dinas baik dalam maupun luar daerah belum lagi dana tambahan via APBK-P akhir tahun 2012.“ Makanya kita menduga biaya perjalanan dinas hanya sebagai formalitas sebagai pola meraup uang milik rakyat meski tanpa kegiatan pencairan dana akan tetap lancar “, tambahnya.

                Kami atas nama LSM antikorupsi asal Aceh, mendesak BPK Perwakilan Aceh supaya segera mengaudit dana kepentingan anggota dewan di bagian keuangan Sekretariat dewan DPRK Aceh Utara beserta SKPD yang ikut dititip dana aspirasi para pejabat politisi tersebut. Hal itu perlu dilakukan menyusul adanya dugaan korupsi ditubuh dewan secara muslihat yang dilakukan kong kali kong antara Setwan selaku pengelola anggaran dan wakil rakyat.

                Salah satu indikasi, lanjut Bayhaqi, tentang tata cara penggunaan dana public hanya menggunakan produk hukum sendiri sebagai aturan pertangungjawaban yang dikeluarkan oleh Bupati bersama DPRK. Kebijakan itu dinilai Eksekutif–Legislatif secara sengaja dinilai melakukan  pelanggaran melawan hukum atas Permen Keuangan No.36/PMK.02/2012 tentang perubahan atas peraturan Permen Keuangan No.84 /PMK.02/2011 tentang standar biaya tahun anggaran 2012.

                Seperti yang diberitakan koran ini sebelumnya, Kepala Bagian Humas DPRK Aceh Utara, Fitriani, yang dikonfirmasi Berita mengatakan, besarnya anggaran kepentingan anggota dewan tidak bisa dinilai layak atau tidak layak oleh kalangan masyarakat. Pasalnya, yang menentukan kondisi tersebut kepetusan kedua belah pihak antara anggota dewan dan Bupati dalam melakukan negosiasi saat pengesahan APBK setiap tahun anggaran di gedung DPRK setempat. Kebijakan tersebut dapat dilakukan lantaran Eksekutif dan Legislatif yang berkuasa di daerah.

                Dia menjelaskan, soal pertanggungjawaban dana kepentingan pejabat politisi sedikit gampang, polanya berbeda seperti pertanggungjawaban dana bantuan kepada warga miskin.  Kalau untuk anggota dewan terhormat bisa dengan SK Bupati sebagai syarat pertanggungjawaban, salah satu diantaranya biaya sewa rumah Rp3,9 miliar per tahun, walaupun menduduki rumah milik pribadi akan tetapi proses pencairan dananya tetap lancar, demikian Fitriani, menjawab kepada wartawan. ( Dau)

Hasil Temuan BPK, Kasus Dugaan Korupsi Proyek Pasar Buah Terpadu Lhokseumawe Rp 2,8 M Tanpa Proses Hukum


LHOKSEUMAWE ( Berita ) : Meski pun para kalangan LSM antikorupsi di Aceh telah berulang kali mendesak aparat penegak hukum di daerah untuk segera mengusut tuntas soal kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pasar buah terpadu Lhokseumawe sebesar Rp. 2,8 miliar lebih. Namun hingga kini kasus tersebut belum juga tersentuh proses hukum.

Kasus kerugian uang negera itu merupakan hasil temuan BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh Tahun 2009 lalu, No : /S/XVIII.BAC/02/2009. Dimana dalam hasil pemeriksaan tentang realisasi anggaran daerah sumber APBK Kota Lhokseumawe Tahun 2007 terdapat penyimpangan dalam pekerjaan proyek pembangunan pasar buah terpadu sebesar Rp. 2.840.227.500,- .Pasalnya, proyek yang dikerjakan oleh PT Kuala Peusangan,  asal Kabupaten Bireuen kontrak Nomor 602.1/105/KPBJ-KIMP/APBK tertanggal 3 Desember 2007 senilai Rp2.840.227.500-, tidak sesuai dengan bastek sehingga negara berpotensi mengalami kerugian mencapai Rp.2,8 miliar lebih.

Hal itu dibuktikan atas dokumen dan bukti pendukung lainnya bahwa proyek yang dikelola langsung melalui Dinas Pekerjaan Umum ( PU ) setempat dikerjakan asal jadi alias tidak sesuai dengan Rancangan Anggaran Belanja ( RAB ) yang tercantum dalam isi kontrak sehingga kondisi bangunan sama sekali tidak layak digunakan masyarakat.

Bahkan, proyek tersebut sudah tiga kali dilakukan proses perpanjangan waktu kontrak kerja kepada rekanan pelaksana PT Kuala Peusangan, akan tetapi kondisi fisik bangunan masih tetap seperti semula. Kontrak pertama tercatat 4 Desember 2007 sampai dengan 28 Januari 2008, kemudian kontrak ke dua  sampai 3 Juni 2008 dan Kontrak ke tiga sampai dengan 29 Agustus 2008.

Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI, kondisi tersebut tidak sesuai Kepres RI No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 33 ayat (2) antara lain menyatakan khusus untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya dapat dilakukan sesuai dengan pekerjaan. Kemudian, Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 21 yang menyatakan bahwa APBK merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Dalam hal ini, BPK RI ikut menyarankan kepada Walikota Lhokseumawe agar menegur secara tertulis Kepala Dinas PU supaya meningkatkan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan fisik berupa bangunan dan lainnya. Selanjutnya, memerintahkan Kepala Dinas PU untuk menegur secara tertulis konsultan pengawas, PPTK dan pengawas lapangan supaya meningkatkan pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan yang didanai sumber APBK.

Meski demikian, aparat yang berwewenang di wilayah hukum Lhokseumawe Tim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor ( Porlres Lhokseumawe dan Kejaksaan Negeri ( Kejari ) Lhokseumawe, hingga kini belum ada tanda – tanda akan mengusut tuntas kasus dugaan korupsi sebesar Rp. 2,8 miliar lebih. Anehnya lagi, kasus kerugian negara itu nyaris menghilang bagaikan ditelan bak bumi.( Dau )

Realisasi Dana Hibah MIS Kandang Rp.90 juta Terindikasi Korupsi


LHOKSEUMAWE ( Berita ) : Realisasi dana hibah untuk Madrasah Ibtidaiyah Swasta ( MIS ) Desa Kandang, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, sebesar Rp.90 juta terindikasi korupsi. Pasalnya, Bukti realisasi fisik di lapangan diduga fiktif, pejabat terkait Dispora setempat saling mengelak saat dikonfirmasi wartawan.

Berdasarkan data yang diterima Berita, MI Swasta Kandang yang baru berdiri sekitar enam bulan lalu dan terdiri tiga Ruang Kelas Belajar ( RKB), ikut mengalirkan dana hibah Rp.90 juta yang tercatat dalam ABPK 2012. Anggaran itu yang ditempat melalui pos dana Dispora setempat untuk diteruskan kepada penerima. Kebocoran kasus dugaan korupsi itu berawal dari laporan pegawai di lingkungan Dispora terkait baru-baru ini, mereka meminta kepada media untuk melakukan penelusuran di lapangan tentang realisasi dana hibah MIS Kandang dan Madrasah lainnya yang ikut menerima bantuan serupa menyusul bukti pertanggung jawaban dibuat atas laporan fiktif alias rekayasa.

Menurutnya, dari besarnya anggaran Rp.90 juta diantaranya diperuntukan dalam bentuk pengadaan di sekolah hanya sekitar 20 juta, sedangkan lainnya hingga kini tidak jelas penggunaannya. Sementara laporan pertanggungjawaban atas pencairan dana pada Dispora jelas dalam bentuk Asli tapi palsu (Aspal). Kebijakan itu dapat dilakukan lantaran pejabat Dispora dan Kepsek terkait adanya kerja sama (korporasi) menggelapkan uang milik rakyat secara melawan hukum.

Ulah sang pejabat teras Dispora dan Kepsek MIS Kandang dinilai telah mengabaikan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.32 Tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Padahal, dalam Permendagri telah disebutkan tentang pelaporan dan pertanggungjawaban antara lain, pasal 16 ayat (1) penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah kepada kepala PPKD  dengan tembusan SKPD terkait. Kemudian, Pasal 17 ayat (1) hibah berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis belanja hibah pada PPKD dalam tahun anggaran berkenaan.

Selanjutnya, Pasal 19 ayat (1) penerima hibah bertanggung jawab secara formal dan material atas penggunaan hibah yang diterimanya, dan ayat (2) pertanggung jawaban penerima hibah meliputi antara lain, laporan penggunaan hibah dan surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang diterima telah digunakan sesuai NPHD, dan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan bagi penerima hibah berupa uang.

Berikutnya, Pasal 40 tentang Monitoring dan Evaluasi ayat (1) SKPD melakukan monitoring dan evaluasi atas pemberian hibah di lapangan. Ayat (2) hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada kepala daerah dengan tembusan kepada SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan. Pasal 41, bahwa apabila terdapat penggunaan dana hibah atau bantuan sosial yang tidak sesuai dengan usulan yang telah disetujui, penerima hibah yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kepsek MIS Kandang, Sayuti, yang ditemui Berita membantah soal issu penyelengan dana hibah Rp 90 juta, pihaknya mengaku anggaran bantuan sumber APBK 2012 sudah digunakan tepat sasaran meliputi berbagai jenis pengadaan barang untuk keperluan lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Anehnya, MI yang baru operasi enam bulan sebanyak 16 murid, ternyata Kepsek tidak mampu menunjukan barang bukti pengadaan dari penggunaan dana Rp 90 juta hanya saja ulah keterangan palsu untuk mengelabui wartawan. Sedangkan bukti pengadaan yang ada di lokasi terlihat antara lain, satu unit lemari, pakaian serangam olah raga murid 16 pasang, satu unit sanyo air, pemasangan instalasi listrik dan penimbunan dengan biaya diperkirakan sekitar Rp 20 juta.

Bahkan pihaknya, ikut berdalih atas kegiatan yang tidak logis seperti membeli beberapa lembar triplek untuk merehabilitasi sebagian plafon RKB yang rusak karena tercopot sendiri pasca usai dibangun beberapa bulan lalu. Hasil kroscek media ini, rehab plafon hanya keterangan palsu untuk menghindari dari jeratan hukum.

Safruddin, mantan Kadispora Kota Lhokseumawe, yang dicoba konfirmasi ulang via ponsel Sabtu (09-02/2013) meminta jangan dikonfirmasi dengannya soal kasus dugaan korupsi tersebut. Ia berdalih yang bertanggung jawab sepenuhnya penerima bantuan hibah sekaligus menyuruh wartawan mengkonfirmasi Kepsek.

Ketika disinggung tentang tanggung jawab Dinas seperti yang tertuang dalam Permendagri No.32 Tahun 2011, pihaknya mengaku hanya sebatas tanda tangan untuk proses pencairan dana kepada penerima. Sedangkan tanggung jawab atas bukti barang pengadaan dari anggaran Rp 90 juta yaitu Kabid Pendidikan Sekolah Luar Biasa (PSLB) dan Kepsek, demikian menjawab wartawan sembari menambahkan, proposal MIS Kandang merupakan titipan Walikota Lhokseumawe, Suaidi Yahya.

Lalu, apa komentar Kabid PSLB Dispora Kota Lhokseumawe, Zulkifli, yang dikonfirmasi via seluler, mengaku tidak mengetahui sama sekali tentang kasus dana hibah karena bukan dirinya yang menanggani masalah tersebut. Zulkifli, yang kini baru dua bulan menjabat Kabag Kesra Pemko Lhokseumawe, juga merasa aneh kok dibebankan kepadanya tentang kasus kerugian keuangan daerah.

Meski demikian, pihaknya akan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan mantan Kadispora dan hasilnya akan disampaikan nantinya via ponsel kepada wartawan ini. Namun, hingga berita ini diturunkan belum menerima kabar terbaru dari pejabat terkait selaku yang bertanggung jawab atas perbuatan yang menyalahi aturan. (dau)

Forum Komunikasi Guru Madrasah : Kepala Kemenag Aceh Utara Minta Segera Dicopot


ACEH UTARA (Berita) : Forum Komunikasi Guru Madrasah (FKGum) mendesak Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama ( Kanwil Kemenag) Provinsi Aceh agar segera mencopot, Zulkifli Idris, (foto) dari jabatan Kepala Kemenag Kabupaten Aceh Utara. Pasalnya, penempatan sejumlah jabatan basah di jajaran kantor Kemenag yang dipimpinya itu merupakan kroninnya yang diimpor dari Kabupaten Bireuen.

Desakan itu yang disampaikan pengurus FKGum Kabupaten Aceh Utara, melalui Press realise yang diterima Berita Selasa, (12-02/2012), di Kantor Group Bumi Warta Waspada biro perwakilan, Lhokseumawe.

Disebutkan, jabatan Kasi yang dikuasai kroninya asal Kabupaten Bireuen, antara lain, Zulkifli Idris, (Kankemenag ), Drs. Munzir, (Kasi Pendidikan Madrasah), Drs. Munzir, (Kasi Pendidikan Madrasah), Drs. Jamaluddin, (Kasi pendidikan Agama Islam) dan dari Aceh Timur, Sabaruddin, (Kasi Diniyah dan Pondok Pesantren).

Penempatan sejumlah kasi khususnya yang mengelola bidang pendidikan dinilai oleh    kalangan guru dan masyarakat Aceh Utara sangat merugikan daerah. Apa lagi tidak satupun  putra terbaik Aceh Utara yang di promosikan, bahkan semua PNS yang diberikan jabatan strategis itu adalah kroninya yang sama-sama berasal dari satu daerah yakni Kabupaten Bireuen meski di daerahnya sendiri banyak tenaga yang layak dipromosikan.

Sistem yang diterapkan Kepala Kemenag Aceh Utara akhir akhir ini dinilai bagaikan bentuk kekuasan alias kerajaan. Artinya kalau bukan selain kroninya asal Bireuen yang menguasai bangku basah di lembaga pendidikan agama islam Aceh Utara tentunya tidak diperbolehkan sehingga kebijakan tersebut sangat merugikan masyarakat daerah yang berpenduduk sekitar 500 ribu jiwa lebih.

Dari sejumlah unsur guru mempertajam koordinasi dengan para tokoh-tokoh pemerhati pendidikan di daerah ini, mereka menyimpulkan kantor Kementerian Agama Aceh Utara  terkesan di kuasai oleh kelompok bagaikan milik swasta (pribadi-red).

Kami atas FKGuM, meminta Pemerintah Daerah Kab Aceh Utara supaya memanggil  Kelapa Kemeneg Aceh Utara agar mendengar pendapat terkait penempatan kasi-kasi yang tidak bijaksana serta berpotensi merugikan dunia pendidikan Islam yang dikelola oleh kelompok dan kini telah mengundang protes dari unsur guru mayoritas rakyat bumi pase.

Realese yang ikut diteken FKGuM masing-masing, Baharuddin, Husaini, (Pengurus) dan Sulaiman Hasyim (Dewan Pembina) akan menyurati Kanwil Kemenag Provinsi Aceh di Banda Aceh guna menijau kembali tentang penempatan sejumlah Kasi di Kemenag Aceh Utara supaya tidak terkesan untuk kepentingan kelompok di tubuh pendidikan agama islam di daerah.

Kepala Kantor Kemenag Aceh Utara, Zulkifli Idris, kepada wartawan mengatakan, yang melakukan proses rotasi terhadap pejabat di jajaran Kantor Kemenag Aceh Utara merupakan Kanwil Kemenag Provinsi Aceh, pihaknya hanya mengusulkan saja pejabat yang dirotasi lantaran ada perubahan struktur baru di kantor yang dipimpinya.

Proses mutasi itu juga tidak bertujuan untuk mengangkat pejabat hanya dari wilayah, tapi juga sesuai kebutuhan. “Selama ini tidak pernah terpikirkan olehnya untuk menguasai Kemenag karena semua itu berdasarkan prosedur yang berlaku dijalankan,” kilahnya. (dau)

Next

next page