Senin, 05 November 2012

Jaksa: Audit Dana Sanggar

LHOKSUKON - Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhoksukon meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh mengaudit kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dana Sanggar Tari Meuligoe Cut Meutia, milik Pemkab Aceh Utara. Informasi yang dihimpun wartawan, Minggu (4/11) menyebutkan tim BPKP Perwakilan Aceh telah turun ke Kejari Lhoksukon untuk meminta sejumlah berkas yang diperlukan dalam kasus tersebut.

“Benar, tim BPKP Perwakilan Aceh pekan lalu telah datang ke Kejari Lhoksukon. Mereka meminta berkas-berkas yang kurang untuk keperluan audit kerugian Negara dalam kasus tersebut. Kita sudah berikan berkas itu, dalam waktu dekat kita akan gelar kasus itu di BPKP Aceh,” sebut Kejari Lhoksukon, Zairida MHum melalui Kasi Intel, M Kadafi, kemarin.

Ditambahkan, pihaknya telah memeriksa mantan Ketua Sanggar Meuligoe Cut Meutia, Umi Khatijah dan sekretarisnya Made Yudhistira sebagai tersangka dalam kasus itu serta semua saksi yang dibutuhkan dalam kasus tersebut. “Khusus untuk saksi pengurus sanggar kecamatan, kita hanya ambil sampel di lima kecamatan saja. Kami telah menyelesaikan pemeriksaan seluruh saksi dalam kasus tersebut,” pungkas M Kadafi.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Lhoksukon, awal Januari 2012 lalu menetapkan mantan Ketua Sanggar Meuligo Cut Meutia, Umi Khatijah dan Sekretarisnya Made Yudhistira sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di sanggar tersebut tahun 2010.
 

Saat itu, sanggar membuat program pembinaan sanggar tari di seluruh kecamatan dalam kabupaten itu. Masing-masing kecamatan diberikan honorarium pelatih Rp 2,7 juta. Belakangan kegiatan tersebut diduga fiktif. Kejari menduga kerugian Negara dalam kasus itu mencapai Rp 100 juta

Jaksa Tetapkan Dua Tersangka Kasus Tanggul Langsa


BANDA ACEH - Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek tanggul Krueng Langsa senilai Rp 2,8 miliar bersumber APBA 2010. Kedua tersangka yang dibidik jaksa dalam kasus yang diperkirakan mengalami kerugian negara sebesar Rp 1 miliar lebih itu yakni, Ir Ismail Manyak MT (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan/PPTK), dan HT Anwar Haiva SAg (selaku rekanan).

Kasi Penkum/Humas Kejati Aceh, Amir Hamzah SH kepada wartawan, Senin (1/10) mengatakan, tim jaksa penyidik setelah melakukan pemeriksaan terhadap 20 orang saksi dan berbagai barang bukti yang dimiliki dalam kasus proyek tanggul Krueng Langsa, kemudian berkesimpulan untuk sementara baru dua orang yang patut diduga bertanggung jawab dalam kasus tersebut.

“Untuk sementara itu, jaksa penyidik baru menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Bertambah atau tidak tersangka sangat tergantung hasil perkembangan penyidikan selajutnya,”kata Amir Hamzah.

Sebab proses pengusutan kasus ini di tingkat penyidik belum berakhir meskipun sudah ada penetapan tersangka, katanya, sebab penyidik masih membutuhkan keterangan tambahan untuk pendalaman guna merampungkan pengusutan kasus dimaksud.

Disamping itu, ia juga mengingatkan orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan para saksi yang telah dipanggil maupun belum untuk dimintai keterangan, tidak perlu takut. Bahkan, kalau ada pihak yang menghubungi lewat telepon yang mengaku bisa mengurus kasus tersebut dan menakut-nakuti saksi maupun tersangka atau mengaku bisa mengurus kasus itu dengan embel-embel meminta uang. “Sekali lagi saya tegaskan, orang seperti itu jangan percaya, karena jaksa tidak pernah menjual atau mempermainkan kasus. Jaksa bekerja untuk penegakan hukum. Kalau ada orang semacam itu laporkan saja kepada kami atau pihak berwajib, orang seperti itu penipu dan perlu diberi ganjaran hukum yang setimpal,” katanya.

Seperti diketahui, pelanggaran yang diduga terjadi dalam proyek ini dengan menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 1 miliar lebih sesuai pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) pihak Kejati Aceh, antara lain karena ditemukannya kekurangan volume pekerjaan akibat kerusakan bangunan pada masa pemeliharaan.
 

Selain itu pengguna barang tidak pernah mengklaim jaminan pemeliharaan serta ditemukan kemahalan harga satuan dalam harga perkiraan sendiri (HPS). “Pemindahan lokasi pekerjaan dari Sidorejo ke Seulalah juga tidak sah,” sebut Amir Hamzah.

Next

next page